Monday, 17 June 2013

Jangan DIBACA!

Pas jamannya SMA aku ikut ekskul yang bernama PSPKA atau istilah umumnya adalah PA (pecinta alam) dan kami punya nama khusus buat ekskul PA di sekolah kami yaitu riyadhotul jibal (latihan gunung). Sebelum menjadi ANGGOTA kami disebut anggota muda dan setelah melakukan ekspedisi kami dilantik dan punya nomor anggota dan resmi menjadi ANGGOTA PSPKA.
Pengalamannya belum seberapa memang, kami hanya baru melakukan susur kota, perjalanan malam menuju situ cilenca-ciwidey, ekspedisi manglayang, ekspedisi burangrang dan panjat tebing itu pun aku gak ikut karena bentrok sama olimpiade.
Sangat  menyenangkan bila berada di alam bebas. Kita bisa mengeksplorasi kemampuan diri, mengenal karakter orang dari segi kekuatan fisik atau mental.

Dan bagi kamu penyuka hiking, mountainering dan semacamnya saya yakin kamu pasti tidak akan mengeluh jika kakimu lecet, keringat yang bercucuran dan pundakmu yang lelah karena mengangkat beban berat karena semua akan terbayar oleh setiap apa yang kita temui dan rasakan selama perjalanan terlebih lagi jika mencapai puncak tujuan.
Dalam ekskul kami, bukan hanya sekedar hasrat yang besar untuk mencapai puncak gunung tapi justru kita juga belajar mengendalikan ego, menghargai orang lain dan tidak melakukan hal konyol.
Pernah suatu hari kami melakukan perjalanan, kami sangat  bersemangat dan ingin sekali mencapai lima puncak Burangrang karena ini bakal menjadi suatu pengalaman yang tidak akan aku lupakan, tapi suatu ketika (belum mencapai setengah perjalanan) salah satu dari teman kami mengalami kecelakaan kaki yang cukup parah karena lututnya tertusuk oleh benda tajam sehingga banyak mengeluarkan darah dan untuk jalannya pun susah.
Dalam tim, hal seperti ini tidak mungkin diabaikan. Semua anggota tim mengatahui kondisi teman kami yang satu ini. Dari situ terlihat ego dari masing-masing anggota tim, ada yang ingin tetap melanjutkan perjalanan dengan kondisi salah satu teman kami yang cedera kaki dan ada juga yang memikirkan keselamatan teman kami sehingga lebih baik perjalanan ditunda atau bahkan kami semua harus kembali. Kita punya ketua, dan aku serahkan semuanya kepada ketua.
Dari awal keberangkatan kami punya tujuan, tujuan kami adalah bukan untuk menaklukan puncak bukan hanya sekedar memenuhi hasrat dan ego masing-masing bukan mencari kepuasan sesaat saat berada di puncak gunung melainkan teamwork, lagi pula kami tidak mau mati konyol hanya karena ingin berada di puncak dan kita bisa mengabadikannya, tidak hanya sekedar itu.
Justru belajar mengendalikan diri dan menuruti apa kata pimpinan lah yang bakal menjadi esensi. Karena ternyata hidup juga ada aturan dan ada pemimpinnya.
Ya dan perjalanan kami menuju  puncak Burangrang harus kami kubur dalam-dalam dan aku tidak merasa menyesal sedikit pun. Ya walaupun masih ada sedikit kecewa, tapi pada akhirnya kecewa itu semakin lama semakin pudar karena tertutupi oleh kesadaran diri yang bukan hanya diri kita aja yang ingin selamat tapi orang lain juga.
Selama kuliah tidak lagi mengikuti kegiatan semacam PA, walaupun di unit tingkat fakultas juga ada semacam PA sebut saja rej4n4w4n4, sempet mau ikutan dan sudah mengisi form pendaftarannya tapi gatau kenapa form itu tidak sampai diserahkan sampai sekarang.
Dan rasannya sekarang sudah mau empat tahun kuliah dan sudah mau lulus. perjalanan malam siang dengan berjalan kaki itu sangat sangat dirindukan dan itu rasanya gatal sekali tau. Mungkin setelah lulus aku ingin mencobakannya kembali supaya kaki ini tidak gatal karena melulu dipakekan sepatu cantik.
mungkin ke pantai ujung genteng-sukabumi, gunung semeru-jawa timur, gunung gede pangrango-bogor, pantai sawarna-banten, bali, gunung rinjani,  dan pegunungan jayawijaya sekalipun.
YEAAAAAAH. Akan sangat senang jika ada teman yang ngajak jalan.
Tapi kembali lagi, sekarang kita sudah mengenal kata prioritas. Ada hal yang memang harus kita desak untuk kita kerjakan, ada juga hal yang harus dipertimbangkan iya atau tidaknya untuk dikerjakan.  Dan yang paling krusial mah harus jelas tujuannya mau apa, jangan jangan selama ini kita masih memprioritaskan dan terbuai sama kesenangan duniawi.
*
Mungkin sama hal dengan hidup, kalau kita hanya menggugu keinginan sendiri, mencari kepuasaan duniawi, merasa diri paling benar, mengikuti kebanyakan orang tanpa landasan yang jelas. Hasilnya tetap cuma ada satu dari dua opsi, yaitu selamat atau tidak selamat.
Yuk ah urang sama-sama belajar. salah kalo ada yang menggangap aku bisa nulis seperti ini tuh sudah benar. karena diri ini juga belum merasa benar sepenuhnya, tapi keinginan buat benar itu ada. jangan hanya sekedar keinginan dalam hati tapi harus dibuktikan dengan langkah. Langkah untuk sedikit demi sedikit meninggalkan semua perbuatan yang menurut Allah itu salah walaupun itu berat pastinya dan mencoba melangkah sesuai dengan kata Allah, Rosul dan pimpinannya, itu pun jika kamu masih percaya. tinggal tanyakan pada diri mau kapan kita akan mencoba benar.

0 comments:

Post a Comment

 
;