Selama ini kalo ada pertemuan,
janjian atau disuruh nunggu suka gak tepat waktu. Tapi saya tetap berusaha
dateng, walaupun telat tapi saya memaksakan sehingga saya bisa hadir. Datang dengan
muka datar (atau tampang tak bersalah) tapi dalam hati saya sadar saya salah. Dan
lebih malu jika yang lain udah yang ada yang menyindir ketidak-ontime-an saya. Tapi
saya orangnya tidak terlalu memusingkan sindiran orang, jadi biasa aja.
Saya sadar, saya malu, tapi saya masih bisa senyum jika ada yang menyindir, salahnya saya adalah tidak bisa
menampakkan muka kalo saya bersalah. Jadi disangkanya orang saya ini gak tau
malu. Tapi masih bisa ‘senang’ karena
toh masih bisa mengusahakan datang, urusan kena semprot (dipermalukan di
hadapan banyak orang) itu memang resiko. Orang gak mau peduli selama dijalan
apa ada hambatan atau enggak, atau urusan kita sebelumnya. Janji adalah janji.
Sudah terbiasa telat, jadi seakan
udah mentolerin diri sendiri buat telat. Masih punya pikiran seperti ini : gapapalah
telat yang penting dateng, gapapalah telat orang lain juga pasti ada yang
telat, gapapalah telat paling nanti kena semprot, gapapalah telat daripada
harus nunggu. Masih mengentenggkan urusan janji dengan istilah ‘gapapalah’
Astagfirullahaladzim
Dan sekarang baru terasa bahwa
ontime itu penting. Untuk sebagian orang mungkin bisa mentolerin keterlambatan
kita seperti orang tua, saudara, temen smp/sma, temen kuliah, temen kumpul, tapi
untuk sebagian lain keterlambatan bisa berefek pada urusan selanjutnya. Contohnya
bimbingan jadi agak terhambat. Seharusnya kebiasaan ontime harus diterapkan
kapanpun, dimanapun dan dengan siapapun.
Etika
ya ini masalah etika
Kenapa harus ontime, karena urusannya
menyangkut tidak hanya dengan diri sendiri tapi juga dengan orang lain. Menepati
janji, menghargai orang dan komitmen diri sendiri.
Gue tau, gue sadar tapi gue belum
faham. Karena ketidak-ontime-an gue masih sering dilakukan. Terakhir gue telat
dateng adalah hari ini ke UP nya t.rini,
dan gue kena semprotnya dospem saya. Pas beliau ngomong bahwa harus
ONTIME itu tepat tertuju ke arah gue, dan gue hanya bisa senyum dan dalam hati
malunya luar biasa. Terus gue nampangin muka biasa aja, bodobodobodo.
Semoga tidak hanya sekedar menuliskan tapi bisa sedikit demi sedikit
kebiasaan ‘tidak ontime’ bisa dibiasakan menjadi ‘ontime’ (ngomong sama hati).
Kalo gak bisa dirubah total, rubahlah
perlahan-lahan ka. Kaya ngerubah kebisaan dulu (SMP-SMA) yang hampir tiap hari minum
kopi, tapi sekarang udah jarang bahkan tidak pernah lagi minum kopi. Semua itu
butuh komitmen, eka pasti bisa dalam urusan ontime. Harus bisa. Perlahan ka...